Pramuka Wadah Hura-Hura dengan Nilai Agama

“Anak-anak santri ini sesungguhnya sudah berjiwa pramuka”, kira-kira begitu sekelumit diksi yang diucapkan oleh Bapak Junaedi dalam mengawali pidatonya saat upacara peringatan Hari Pramuka 14 Agustus 2024 di lapangan SMA MAU BP Amanatul Ummah.


Kak Iwan kolega saya di jajaran Pembina Pramuka Amanatul Ummah yang pada saat upacara berdiri tepat di samping saya tetiba mengernyitkan dahi mendengar ucapan tersebut. Ekspresi mimik wajah penuh pertanyaan tersketsa jelas di wajahnya. Pikirnya mungkin ini sebuah demotivasi bagi santri yang tanpa harus ikut pramuka sudah secara otomatis menjadi anak pramuka? atau bagaimana?


Dalam hati saya mbatin, tenang dulu Kak Iwan, Pak Junaedi itu penuh dengan kejutan. Terus terang, beliau sebagai salah satu guru sepuh bin senior di Amanatul Ummah, apalagi beliau adalah punggawa kelas atas yang hanya satu tingkat di bawah pimpinan koordinator SMAU BP Amanatul Ummah (read: wakil koordinator), saya mengakui ucapan-ucapan beliau penuh dengan makna, banyak berisi daging dan tentu tidak ada diskriminasi.


“Kenapa kok santri sudah berjiwa pramuka?” Pak Junaedi melanjutkan pidato dengan melontarkan pertanyaan ke seluruh anak pramuka.


“Karena dalam tri satya dan dasa dharma mengandung nilai-nilai agama, moral-moral keislaman yang seharusnya sudah menjadi santapan santri setiap hari, tapi sayangnya sudah mulai jarang santri yang beramaliyah demikian”


“Lantas, pramuka apakah perlu? Jelas sangat perlu karena tidak ada ilmu yang akan kalian serap, tidak akan ada ilmu yang tersampaikan dan tidak akan ada ilmu yang bisa teramalkan jika tidak ada lembaga pendidikan. Begitupun pramuka, kalian bakal susah menerapkan nilai-nilai keislaman jika tidak ada lembaga-organisasinya, sedangkan Pramuka sendiri adalah lembaga atau wadah karya yang bisa mewujudkan nilai-nilai sosial bahkan keagamaan dan memantik individunya utk terus berkembang dan berinovasi. Jadi sudah seharusnya anak santri untuk bisa lebih mendalami ilmu agamanya dalam sisi praktek, dengan bisa ikut andil dalam kegiatan-kegiatan kepramukaan”


Siapa sangka dalam pidatonya, Pak Junaedi bisa merelasikan tri satya dan dasa dharma pramuka dengan nilai keislaman dan praktek kesantrian.


Kak Iwan yang awalnya mengernyitkan dahi berubah ekspresi dengan melongo kagum.


Belum lagi seluruh anggota upacara yang diikuti oleh kelas X, dewan pengurus pramuka, separuh purnabakti pengurus pramuka kelas XII SMA MAU BP Amanatul Ummah, dan anak-anak pramuka dari Mts dan SMP BP Amanatul Ummah sangat-sangat khidmat dalam mendengarkan.


Jika memang apa yang disampaikan oleh Bapak Junaedi diperhatikan betul oleh anak-anak santri, naga-naganya bakal tampak gayeng. Mereka bisa berpramuka, berpetualang, survive, hura-hura, menjelajah dalam kegiatan kepramukaan yang intens sekaligus mengamalkan nilai keislaman. Hah, penjelajahan? Emang ada nilai keislaman dalam penjelajahan?


Oiya jelas ada, jika saya sedikit ceker-ceker tafsir wajiz pada surat al-Mulk ayat 15 kurang lebih artinya begini:

“Dialah Allah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi untuk melakukan aneka aktifitas yang bermanfaat, maka jelajahilah di segala penjurunya, berkelanalah di segala pelosoknya dan makanlah sebagian rezeki-Nya yang disediakan untuk kamu, serta bersyukurlah dengan segala karunia-Nya itu”.


Jika hura-hura adalah ekspresi rasa syukur atas karunia-Nya sedangkan penjelajahan adalah wujud karunia-Nya maka keraguan apalagi yang ditakutkan untuk ikut dalam pramuka


Bagaimana? gayeng toh? Kapan lagi bisa hura-hura bernilai agama kalo bukan di Pramuka.


Yok Pramukaan Bersama Ambalan Pattimura & R.A Kartini di SMA MAU BP Amanatul Ummah!


Selamat Hari Pramuka ke-63

Sabda Pandita Ratu

Satyaku Kudarmakan, Darmaku Kubaktikan


Pendaftaran santri baru SMA MAU BP Amanatul Ummah sudah dibuka! hubungi kami melalui WhatsApp untuk informasi lebih detail, serta ikuti media sosial kami di Facebook, Instagram dan TikTok untuk selalu update informasi.


Komentar



PUBLISHED BY

Diki Aziz, S.Hum